Sang Terdakwa, Dewa Ismaya.... menghadapi Pengadilan Langit
Ki Lurah Semar, yang sesungguhnya adalah Dewa Ismaya, kini harus menghadapi Pengadilan Langit atas perbuatannya yang telah mencoba menghadang Takdir Langit.
"Dimas Ismaya, dengan terpaksa aku harus bertanya padamu, mengapa engkau telah berusaha menghadang Takdir Langit dengan mencoba meluruskan apa yang akan dibengkokkan padahal itulah yang diharapkan banyak orang bumi apapun alasannya ?", kata Batara Narada hati-hati. Ismaya pun menjawab,"Karena aku manusia di saat sebagai Semar maka aku wajib meluruskan apa yang coba dibengkokkan manusia". Batara Dharma sang dewa matahari menukas tegas,"Ismaya, tidakkah seharusnya engkau menjadi cahaya bagi sekitarmu, karena engkau sesungguhnya adalah dewa juga ?". Ismaya menjawab,"Haruskah kucampurkan aku sebagai manusia dengan aku sebagai dewa ?". Terdiamlah seluruh dewa yang hadir.
Sambil tersenyum, Dewa Ruci pun berkata,"Kangmas Ismaya, kebenaran langit ada di setiap hati manusia. Pancaindera mereka adalah bekal untuk hidup di dunia. Jiwa merekalah yang akan dilukis, entah hitam ataukah putih tintanya. Tidakkah seharusnya Kangmas Ismaya mengajarkan bagaimana menggunakan akal yang jernih agar jiwa mereka putih hingga dengan mudah mereka melihat kebenaran langit di setiap hati mereka ?". Spontan saja Ismaya menangis tersedu-sedu. Dengan lunglai ia berkata,"Dimas Ruci sang mahaguru Bima Pandawa, ajarkan aku untuk menggunakan akal yang jernih sejernih embun pagi". Sambil duduk bersimpuh, Dewa Ruci berkata,"Hanya engkau kangmas Ismaya yang harus, wajib, dan layak untuk mengajarkan dengan belajarmu, karena engkau yang berada di antara bumi dan langit. Kami para dewa tidak mungkin menyampaikan kebenaran langit kepada manusia, kecuali bagi mereka yang berakal jernih".
“Tapi mengapa engkau bisa menjadi guru batin sang Bima Pandawa ?”, kata Ismaya penasaran. Sambil tersenyum Dewa Ruci menjawab,”Bima adalah saudara Pandawa yang berwatak kasar dan sombong oleh besar tubuh dan kesaktiannya. Tetapi dia sangat mudah untuk menerima kebenaran, karena akalnya jernih”. Lantas Ismaya berkata,”Kalau begitu jadilah engkau guru batinku wahai dimas Ruci”. Maka tertawalah Dewa Ruci dengan terbahak-bahak,”Ha..ha..ha, Kangmas Ismaya, pantaskah aku menjadi gurumu, sementara engkau adalah guru dan orangtua bagi setiap manusia yang mengharapkan kebenaran Langit ?”.
Batara Indra pun berkata,”Kangmas Ismaya, walaupun engkau dewa tetapi engkau juga manusia yang punya hak untuk mendapatkan seluruh kebenaran Langit. Sementara kami para dewa hanya sebatas apa yang menjadi tugas kami saja. Maka sesungguhnya kesalahanmu di masa lampau yang mengakibatkan engkau dikutuk hingga menjadi manusia adalah sebuah anugrah besar bagimu untuk memperoleh kemulyaan langit yang setinggi-tingginya, walau mungkin engkau di dunia dinistakan. Haruskah Pengadilan Langit ini mengutukmu lagi agar engkau lebih menjadi manusia lagi ?”.
Ismaya terdiam. Kini dia lebih paham tentang hukuman sekaligus anugrah baginya untuk menjadi manusia, walau tidak memiliki seribu tangan untuk meraih Buku Besar Takdir Langit. Maka Ismaya harus lebih menjadi Semar yang benar-benar Semar. (red. SEMAR : samar, tersembunyi).
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Beri Komentar