Akhirnya, Harjuna mendapatkan lawan yang tangguh
Harjuna, Panengah Pandawa yang sakti mandraguna, sarat ilmu kedigdayaan, ilmu kanuragan, dan pusaka-pusaka sakti dari gudang-gudang langit para dewata, kuat tirakat dan kuat bertapa, mengolah tubuh, jiwa dan membersihkan hati, di tempat-tempat yang bahkan para raksasa-pun berpikir seribu kali untuk bertandang ke sana.
Kini, Harjuna harus berpikir keras untuk memutuskan apakah esok dia akan memenuhi tantangan musuh ataukah tidak.
Walau kesaktiannya hampir menyamai para dewata, ternyata Harjuna pun masih bisa merasakan keraguan di hatinya. Hal ini disebabkan oleh trauma yang dialaminya di masa lalu yang pernah dikalahkan oleh salah satu senopati utama Kurawa hingga Harjuna tewas. Untunglah saat itu Bhatara Kresna menghidupkannya kembali dengan menggunakan pusaka “Kembang WijayaKusuma”.
Sekarang ini, bahkan Bhatara Kresna pun mungkin tidak akan bisa membantunya lagi oleh karena Sri Kresna sedang melakukan tapa brata di puncak gunung Kutharunggu demi untuk membersihkan kesalahannya yang telah mengubah takdir Harjuna yang telah tewas saat itu dengan menghidupkannya kembali. Pusaka Kembang WijayaKesuma telah hilang sebagai tanda kemarahan Pengadilan Langit terhadap Sri Kresna.
Dalam kegalauannya, datanglah Ki Semar Badranaya menghampiri Harjuna sambil berkata,”Angger Harjuna yang rupawan, gerangan apakah yang membuat sinuhun begitu bermuram durja hingga langitpun tidak seputih sebelumnya, mentari pun menjadi enggan untuk menampakkan cerah cahayanya, dan tetumbuhan di sekitar anak angger turut menjadi layu walau sementara waktu. Bahkan seluruh penduduk negeri Amarta ikut merasakan kemuraman ini tanpa tahu penyebabnya. Untuk yang ke berapa kali lagi anak angger harus menjadi pemicu segala rasa di seluruh penjuru negeri Amarta ini ?”.
Maka menjawablah Harjuna,”Wahai bapak asuhku Semar Badranaya, aku benar-benar galau dan bimbang untuk memutuskan apakah esok aku harus memenuhi tantangan berlaga ataukah tidak”. Sambil memegang rambut kuncungnya yang memutih, lantas Semar berkata,”Ksatria mana lagi yang berani menantang kedigdayaan angger sinuhun Harjuna ? Apakah masih ada raja diraja, senopati atau ksatria sejati yang belum mendengar keampuhan pusaka Pasopati yang bahkan dimas Bhatara Guru pun merinding mendengar namanya ?”. Dengan muka pucat pasi tak terkira berkatalah Harjuna dengan nada sangat lirih,”Empat satria tak dikenal tiba-tiba saja berada di hadapanku pada saat aku melakukan tapa brata di goa Mintaraga. Semuanya memiliki perawakan dan wajah seperti aku. Hanya saja berbeda warna bajunya. Putih, Hitam, Kuning, dan Merah. Satria yang berbaju hitam langsung mengutarakan niatnya untuk beradu nyawa denganku, kemudian diikuti dengan anggukan yang sama dari yang lainnya. Mereka menantiku esok hari di gelagah Wangi”.
Kali ini Semar benar-benar berpikir serius setelah mendengar penuturan Harjuna, terbukti dengan lagak jalannya yang hilir mudik bagai setrika-an yang dipanasi dengan arang kayu bakar.
“Ya..ya…aku mengerti sekarang. Anak angger Harjuna sudah bisa mengukur kedigdayaan mereka sehingga sempat berpikir untuk akan menggunakan pusaka Pasopati. Sayangnya Pasopati hanya bisa digunakan sekali saja. Padahal mereka berjumlah empat orang. Hmmm…ya…ya…aku mengerti sekarang. Ini semua oleh karena kesalahan besar Sri Kresna yang telah mencoba mengubah Takdir Langit dengan memintamu bertarung dengan ksatria tak dikenal di Amarta yang katanya akan menjadi penghalangmu menjadi Satria Utama. Pada akhirnya engkau pun tewas. Lagi-lagi Sri Kresna berbuat kesalahan dengan menghidupkan engkau dengan menggunakan pusaka Kembang Wijaya Kesuma.”
Mendengar penuturan Ki Semar kontan saja Harjuna semakin lunglai. Melihat keadaan Harjuna yang seperti makhluk yang terlemah di dunia Ki Semar pun tersenyum lalu berkata,”Jangan kuatir angger sinuhun Harjuna. Engkau tidak perlu menggunakan pusaka Pasopati, engkau tidak perlu bertarung esok. Keempat satria itu sebenarnya adalah bagian dari dirimu sendiri yang menuntut segala lakumu selama ini. Oleh karena apapun yang angger sinuhun lakukan selama ini adalah memupuk kedigdayaan hingga puncak tak berbatas maka keempat satria yang berasal dari dirimu juga menuntut hal yang sama yaitu dengan cara mencoba kedigdayaanmu.”
Harjuna semakin bingung seperti orang linglung. “Ki Semar, lantas apa yang harus aku lakukan ?”. “Begini. Semakin engkau berpikir bagaimana cara mengalahkan mereka itu sama artinya engkau berpikir bagaimana cara mengalahkan dirimu dengan kedigdayaan mu sendiri. Yang hitam adalah nafsu amarah(angkara murka)-mu, yang merah adalah nafsu lawwamah (pemenuhan biologis)-mu, yang kuning adalah nafsu supiah (kenikmatan birahi)-mu, dan yang putih adalah nafsu muthmainnah (kemurnian dan kejujuran)-mu. Wahai anak angger sinuhun Harjuna. Ribuan kali engkau telah melakukan tapa brata ternyata masih belum menemukan kesejatian diri, kecuali hanya kedigdayaan yang maha dahsyat. Inti sari ilmu hikmah "Lepas sangkan paraning dumadhi (dari asal kembali ke asal)" ternyata belum engkau peroleh. Maka belumlah engkau menemukan Guru Sejati-mu. Manakah sesungguhnya yang berlaku, bayangan ataukah yang menjadikan bayangan ?”.
Tiba-tiba saja Harjuna terdiam, yang lamanya hampir menyamai tapa brata Sri Kresna di puncak gunung Kutharunggu. Di penghujung waktu, berdirilah Harjuna setegak-tegaknya. Dengan segera ia berangkat untuk menemui keempat satria yang telah menantinya di gelagah Wangi. Entah apa yang akan dilakukan oleh Harjuna.
Ki Semar tersenyum kecil…….
1 komentar:
found the meaning... but still learning by doing............ nggarai sirah pening...........
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Beri Komentar