Bagaimana hubungan otak dan jantung manusia
Agar tidak terlalu jauh “tersesat”, perlu ditegaskan di sini bahwa tulisan ini bukan berarti “melangkahi” para ahli anatomi dan biologi manusia, tetapi hanya sekedar membuka wacana bagaimana mengoptimalkan fungsi otak, yang ternyata juga bergantung pada laju aliran darah dari jantung.
Jantung dapat diibaratkan sebagai “reservoir” sekaligus “distributor” darah ke seluruh tubuh. Pada kenyataannya, kerja jantung pun tergantung dari fungsi otak yang merupakan “pusat komando” seluruh tubuh. Dalam hal ini seolah terjadi “hubungan mutualistis” yang merupakan ciri utama hubungan antar seluruh bagian tubuh manusia.
Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya (silahkan baca di sini) bahwa kerja sel-sel syaraf otak manusia tergantung pada laju aliran darah. Semakin laju aliran darah maka semakin banyak pula hubungan synapsis yang tercipta dan teraktivasi dengan batas ambang tertentu. Konsekuensi logisnya adalah :
Laju aliran darah yang kurang menyebabkan kerja otak minimal. Yang berakibat :
- Kondisi yang biasa diistilahkan dengan “telmi” (telat mikir).
- Malas.
- Kurang percaya diri.
- Gampang putus asa.
- Bodoh atau bahkan idiot sementara, dll.
- Sering terasa pusing, penat pikiran, stroke, dll.
- Mudah lupa.
- Melakukan sesuatu seperti tanpa berpikir (over refleksif).
- Ambisius.
- Mudah marah.
- Sering berpikir negatif (berprasangka buruk), dll.
“Detak jantung” adalah berupakan dasar acuan bagi kerja jantung yang berbasis waktu. Setiap orang pada dasarnya memiliki jumlah detak per detik yang berbeda-beda. Meskipun demikian para pakar kedokteran telah menetapkan berdasarkan hasil riset untuk jumlah detak per detik yang dianggap normal.
“Detak jantung” inilah sesungguhnya yang dapat dikendalikan oleh laju aliran napas. Normalnya aliran napas (keluar-masuk) adalah melalui hidung (walau sebagian manusia telah mampu melakukannya melalui pori-pori kulit). Dengan mengatur laju aliran keluar-masuk napas dengan baik (lama waktu masuk = lama waktu keluar) maka pada kondisi tertentu akan dicapai “kecepatan detak jantung sebanding dengan laju aliran napas”. Kondisi ini yang akan menyebabkan aliran darah ke otak berlangsung dengan baik dan terus menerus.
Beberapa kejadian yang dapat dijadikan bukti keterkaitan antara kerja otak dengan jantung adalah sebagai berikut :
- Dalam kondisi marah, detak jantung akan terpacu dengan cepat, pikiran sudah mendekati “tidak normal”. Bila diteruskan berlangsung bukan mustahil bila otak akan memberikan “perintah negatif” terhadap anggota tubuh.
- Dalam kondisi lelah fisik, detak jantung pun akan terpacu dengan cepat walau secara perlahan-lahan. Hal ini akan menyebabkan pemenuhan aliran darah di sel syaraf tidak menyeluruh dan serempak sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan berpikir.
- Dalam kondisi tidur, normalnya manusia akan mengalami “keteraturan aliran napas” sehingga mengkondisikan laju aliran darah ke otak juga normal. Dalam kondisi ini tingkat refleksi manusia dikatakan “sangat tinggi” dan “sempurna” sehingga mampu melakukan gerakan-gerakan “seolah tanpa perintah” yang sesungguhnya adalah didasarkan pada informasi-informasi yang tersimpan pada memori otak bekerja secara unik dan adaptif sempurna. Misalnya saja, tangan akan refleks memukul pada saat ada nyamuk yang menggigit. Padahal dalam kondisi tidur.
Pertanyaan berikut :
Siapa yang pertama kali bekerja ? Sel-sel syaraf di otak, jantung, atau aliran napas ? …

Jawabannya sederhana. Jutaan sel syaraf otak manusia yang juga berfungsi sebagai memori pastinya telah menyimpan jutaan informasi yang telah terkumpul selama hidupnya, yang dapat dibagi dalam dua katagori besar yaitu “informasi negatif” dan “informasi positif”. Tergantung bagaimana manusia memilah-milah katagori mana yang akan digunakan.

Be your self…….!!!
Wallahu a’lam bissawaab.

0 komentar:
Beri Komentar