Panembahan Sukmojati tersenyum
Sang Panembahan Sukmojati sedang beradu pengetahuan dengan seorang anak muda dari “negeri seberang”. Mereka berdua sangat serius terlibat di perdebatan seputar makna “pemimpin”. Entah apa tujuan mereka berdua. Saling mengukur pengetahuan, saling mengalahkan, saling bertukar pengetahuan, atau hanya sekedar mengisi waktu luang mereka. Yang jelas mereka berdua benar-benar serius melakukannya, hingga di kening mereka mengucur deras keringat seperti banjir.
Anak muda :
Ki Sukmo, menurutku tidak satupun di dunia ini sekarang yang pantas menjadi pemimpin.
Sukmojati :
Mengapa begitu ? Tidakkah Allah telah mengutus manusia untuk menjadi pemimpin bagi jagadraya beserta isinya ini ?
Anak muda :
Itu memang benar. Tetapi manusia mana yang pantas untuk memimpin jagadraya sekarang ini. Sedangkan memimpin diri mereka sendiri saja mereka seolah hampir tak sanggup.
Sukmojati :
Mengapa begitu ? Perlukah manusia memimpin dirinya sendiri ? Padahal yang namanya pemimpin pastilah ada yang dipimpin. Akan halnya dengan manusia terhadap dirinya sendiri, siapa yang memimpin siapa yang dipimpin ?
Anak muda :
Menurut Ki Sukmo sendiri bagaimana ?
Sukmojati :
Hmm…menurutku, pemimpin mestilah yang memiliki kemampuan untuk memimpin, dan yang dipimpin mestilah yakin dan percaya dengan yang memimpinnya. Akan halnya manusia terhadap dirinya sendiri, tergantung bagaimana manusia itu sendiri yang harus mampu melihat dirinya sendiri, bagian mana dari dirinya yang layak untuk memimpin dirinya sendiri, dan bagian mana dari dirinya yang harus direlakan untuk dipimpin oleh bagian diri yang lain.
Anak muda :
Ringkasnya bagaimana Ki Sukmo ? Menurut sampeyan, bagian mana dari diri kita yang layak untuk memimpin dan yang harus rela untuk dipimpin ?
Sukmojati :
Hmm…agak sukar aku menjawabnya. Karena setiap orang akan berbeda-beda jawabannya untuk hal ini.
Anak muda :
Begitu susahnya kah Ki Sukmo untuk menentukan siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin dari diri Ki Sukmo sendiri ? Tidak kah dengan begitu sesungguhnya adalah cermin bagi Ki Sukmo sendiri bahwa tidak ada satupun dari diri Ki Sukmo yang berhak menjadi pemimpin dan yang harus dipimpin ?
Sukmojati :
Hmmm….anak muda. Jika memang begitu adanya, maka sia-sialah aku ini dilahirkan ke bumi. Andai tidak ada di bagian diriku ini yang pantas menjadi pemimpin bagi bagian diriku yang lain, maka pastilah seluruh bagian diriku ini wajib menyatakan diri untuk siap dipimpin, jika aku masih berguna. Dan secara hakiki, mestilah pemimpin itu berawal dari yang sudah terbiasa dipimpin.
Anak muda :
Nah….ini yang aku suka. Diri kita ini, jika tidak ada yang pantas untuk memimpin maka pastilah wajib untuk siap dipimpin, jika masih ingin berguna. Dan pemimpin, pastilah bermula dari yang terbiasa untuk dipimpin. Dengan alasan itulah Ki Sukmo, aku berani mengatakan bahwa sekarang ini tidak ada lagi manusia yang pantas menjadi pemimpin bagi yang lain, apalagi bagi seluruh isi jagadraya ini. Karena manusia sekarang, apapun alasannya, mereka tidak siap bahkan tidak mau untuk dipimpin. Apalagi menjadi pemimpin ?
Sukmojati :
Bagaimana dengan dirimu sendiri anak muda ?
Anak muda :
(Sambil menangis …..). Ki Sukmo, aku kemari untuk berdebat denganmu, sesungguhnya adalah wujud dari kegundah-gulanaan diriku selama ini. Aku merasa gagal untuk menjadi manusia yang siap dipimpin dan diperintah oleh Sang Pencipta. Setiap aku mengkaji diriku, kemudian aku mencoba melakukannya, setiap itu pula aku sedih. Apakah yang kulakukan ini sudah benar-benar yang dikehendaki oleh Sang Pencipta.
Ki Sukmojati terdiam seribu bahasa. Tidak berapa lama ia tersenyum. Tanpa satu patah katapun yang keluar dari mereka berdua. Sisa waktu di malam itu dihabiskan oleh mereka berdua dengan menikmati satu ceret kopi panas dan sepanci pisang goreng. Hingga waktu memerintahkan mereka berdua untuk saling berpisah.
Wallahu a’lam bissawaab.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Beri Komentar